Terkait dengan video keributan antara staf Sekretariat DPRD Kota Banjarmasin dengan dua kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ketua HMI Banjarmasin, Nurdin Ardalepa menjelaskan sebab terjadinya pertengkaran tersebut.
Korankalimantan.com – Ketua HMI Banjarmasin, Nurdin Ardalepa kepada media ini, Sabtu (9/7/2022) menceritakan, bermula pada Senin, 20 Juni 2022 kader HMI Cabang Banjarmasin mengajukan audensi perihal buntut aksi pada 13 April 2022 yang lalu.
“Surat tersebut berisi tagihan terhadap janji DPRD Kota Banjarmasin atas tuntutan kader HMI pada aksi 13 April 2022 lalu, salah satu tuntutannya adalah menegakkan Perda THM di kota Banjarmasin,” ujarnya.
Lanjutnya, sepekan berlalu surat audensi tersebut tak digubris, sehingga Senin, 7 Juli 2022 pengurus HMI Cabang Banjarmasin datang ke kantor DPRD Kota Banjarmasin untuk menanyakan surat itu.
“Tapi bukanya mendapatkan jawaban yang baik, pengurus HMI malah mendapatkan tindakan represif,” ungkapnya.
Dikatakan Nurdin, pihaknya sudah hampir 6 kali bersurat audensi ke DPRD Kota Banjarmasin untuk bertemu Ketua DPRD Kota Banjarmasin.
Kemudian dari alasan suratnya hilang sejak 2021 lalu yang berbuntut aksi tanggal 13 April 2022. Sehingga pihaknya kembali menanyakan, namun jawaban staf dewan tidak jelas kemana surat itu dengan dalih audensi sudah digunakan.
“Tapi kami pengurus tidak diberi informasi akan agendanya,” aku Nurdin.
Setelah berdialog dan sempat bersitegang dengan pejabat Sekretariat DPRD Kota Banjarmasin bagian tata usaha.
“Mereka malah melontarkan kata-kata ini kantor saya bukan kantor kalian, kami jawab tentu ini rumah rakyat wajar kami bertanya demikian,” tutur Nurdin.
Sambungnya, tak berapa lama datanglah beberapa pihak keamanan DPRD kota Banjarmasin dengan bersikap marah-marah, mendorong, mencekik di leher.
“Sampai melontarkan kata-kata kasar seperti matikan saja,” sebutnya.
Dia sangat menyayangkan hal itu terjadi, masyarakat datang ke kantor rakyat tanpa diduga memperlakukan rakyat dengan sangat kasar, padahal hanya ingin bertanya tentang surat
“Kami mengutuk keras tindakan represif aparat pengamanan DPRD kota banjarmasin serta tidak profesional nya pegawai di DPRD Kota Banjarmasin,” tandasnya.
Ketika dikonfirmasi melalui via telepon, Kabag Tata Usaha DPRD Kota Banjarmasin, Rusli tak dapat menjelaskan, hanya mengatakan tanggapannya sudah ada pada pemberitaan media online.
Media ini akhirnya menggali keterangan dari petugas keamanan (Satpam) DPRD Kota Banjarmasin dengan cara ngobrol.
Dari obrolan didapatlah informasi atau keterangan bahwa mereka mengatakan, sebagai petugas keamanan wajib mengamankan jika terjadi keributan atau berbuat onar baik di dalam maupun di luar kantor DPRD Kota Banjarmasin.
“Namun seperti yang dikatakan main fisik atau kekerasan fisik itu tidak benar, kami hanya menarik keluar sebab kalau dibiarkan khawatir terjadi baku hantam,” terang salah satu Satpam yang hanya menggunakan kaos cokelat.
Lebih lanjut mereka bercerita, lebih memalukan saat keributan itu terjadi, sempat menyita perhatian dari DPRD Amuntai yang datang berkunjung.
“Kami terpaksa agak kasar sebab satu mahasiswa HMI yang masuk ke dalam ruang TU tidak mau keluar. Coba dengan sopan kami pun sangat menghargai, betul ini rumah rakyat tapi caranya masuk gimana, kalau kurang adab apalagi membuat keributan terpaksa kami amankan,” terang salah satu Satpam lainnya yang menggunakan seragam bertulisan PAMDAL.
Padahal sambung mereka, salah satu Mahasiswa HMI yang selalu ngotot tersebut sudah beberapa kali naik mobil disuruh keluar, namun setelah naik mobil, turun lagi, hingga tiga kali naik dan turun kembali dari mobil memaksa masuk kembali ke dalam kantor DPRD Kota Banjarmasin.
“Akhirnya membuat kami kesal, dan jengkel terpancing emosi, untungnya kami tidak melakukan tindakan fisik,”bantahnya
Seperti dikatakan petugas keamanan mencekik, itupuan kata mereka tidak benar, tetapi hanya memiting leher bukan mencekik.
“Yang jelas kami sesuai prosedur dan SOP pengamanan, kalau kami tidak bertindak, malah kami yang disalahkan,” tutupnya.(yon/may)