Kepolisian Resort (Polres) Banjar telap melarang masyarakat di Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar yang ingin merayakan Hari Raya Idul Fitri dengan cara membunyikan meriam karbit, mercon atau petasan. Apabila masih ngeyel atau tetap melakukan, pihak kepolisian akan mengambil tindakan tegas.
Korankalimantan.com – Membunyikan meriam karbit di malam lebaran telah menjadi tradisi warga di sejumlah desa di Kabupaten Banjar, khususnya di pinggiran Sungai Martapura seperti Desa Melayu, Desa Melayu Tengah, Desa Melayu Ilir, Desa Keramat, dan Desa Pekauman, Kecamatan Martapura Timur.
Oleh sebab itu, pihak kepolisian menerbitkan surat larangan bagi masyarakat yang tetap membunyikan meriam karbit.
Biasanya, warga membunyikan meriam karbit dengan menggunakan besi berdiameter besar berbentuk silinder pada malam Ramadan atau Hari Raya Idul Fitri.
Suara yang ditimbulkan cukup memekakkan telinga. Namun demikian, ajang membunyikan meriam karbit ini malah menjadi tontotan warga.
Para personil aparat kepolisian dari Polsek Martapura Timur sebagai pengamanan wilayah selalu memantau dan memastikan tidak adanya tradisi membunyikan meriam.
“Kami kembali mengimbau dan menegaskan ini kepada warga Kecamatan Martapura Timur Kabupaten Banjar dan sekitarnya, utamanya yang berlokasi di sepanjang bantaran sungai Martapura,” kata Kapolres Banjar AKBP Doni Hadi Santoso melalui Kasi Humas Iptu Suwarji.
Tidak membuat dan atau meledakkan meriam, baik yang terbuat dari bahan bambu, batang nyiur maupun pipa besi dengan diameter kecil hingga besar, serta tidak membeli, menyimpan dan menggunakan karbit untuk bahan peledak, karena itu melanggar hukum dan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
Terkait mercon atau petasan, Polres Banjar telah mengimbau kepada penjual maupun pengguna. Karena material yang digunakan dalam pembuatan sangat berbahaya.
Pihaknya setiap tahun seringkali memberi imbauan agar masyarakat jangan mencoba memperdagangkan, bahkan menyalakan petasan maupun mercon dengan alasan keamanan.
“Masyarakat menganggap imbauan itu hanya sebuah kata-kata yang tidak perlu dijalankan asalkan mendapatkan keuntungan dari penjualan tanpa melihat bahaya yang ditimbulkan,” ungkap Doni Hadi Santoso, Selasa (26/4/2022).
Polres Banjar pun menegaskan siapa yang menjual petasan maupun menggunakan dapat terjerat pasal hukum.
“Penggunaan petasan tanpa toleransi, karena petasan mengeluarkan ledakan. Apabila kembang api, masih diberi toleransi karena keluar api. Tapi jika sampai menimbulkan dampak negatif di tengah masyarakat, dapat dikenakan pasal,” bebernya.
Pelaku dapat dikenakan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Berikut ini ancaman pidana yang dapat mengancam penjual bahkan pengguna petasan yakni :
1. Pasal 1 ayat (1) UU No. 12/DRT/1951 yang mengatur :
“Barangsiapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba Memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, Mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia Sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati Atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun..
2. Pasal 187 KUHP yang mengatur: “Barang siapa dengan sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan atau banjir, diancam :
1. Dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika karena perbuatan tersebut di Atas timbul bahaya umum bagi orang;
2. Dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain;
3. Dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua Puluh tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang Lain dan mengakibatkan orang mati.”
“Jadi selain menimbulkan bahaya untuk kita dan orang lain, juga dapat diancam pidana bagi penjual petasan serta penggunaannya,” ujarnya.(ari/may)