Pernyataan Kepala Dinas PUPR Kotabaru Suprapti Tri Astuti dalam sebuah forum resmi, secara terang-terangkan menolak setiap upaya konfirmasi berita yang dilakukan para wartawan di Kotabaru. Mengacu dengan UU Pers No 40 Tahun 1999, tindakan Kadis PUPR Kotabaru tersebut terindikasi melanggar hukum, yakni melanggar UU Pers No 18 Tahun 1999.
Korankalimantan.com – Dalam Undang-undang RI Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, pasal 4 disebutkan, kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Kemudian dalam Pasal 18 disebutkan lagi, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kotabaru, Suprapti Tri Astuti saat hearing di DPRD Kotabaru terkait Proyek Ruas Jalan Lontar-Tanjung Seloka, Senin (23/5/2022) kemarin, secara terang-terangan mengatakan, dia sengaja menolak konfirmasi wartawan dengan alasan khawatir adanya distorsi oleh wartawan.
“Kawan-kawan media bolak-balik mencoba mengkonfirmasi ke saya. Terus terang saya tolak. Kenapa? Saya tidak mau ada distorsi,” ungkapnya waktu itu.
Sementara itu, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kotabaru, Akhmad Nuraksin, menyayangkan pernyataan Kepala Dinas PUPR tersebut terhadap wartawan di Kotabaru.
Namun setelah dikonfirmasi kemarin oleh teman-teman yang bersangkutan, menurut Aksin pemahaman yang berbeda yang diartikan Kadis PUPR itu.
“Dan ini juga bisa menjadikan referensi kita dan bisa menjadikan tolak ukur ke depan agar tidak terjadi hal-hal serupa serta bisa memahami tupoksi kita masing-masing,” tandasnya.(cah/may)