Ketua PWI Kalimantan Selatan, Zainal Helmi menanggapi pernyataan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Kotabaru, Suprapti Tri Astuti yang menyebut wartawan distorsi. Menurut Helmi, pernyataan seperti itu tidak pantas dilontarkan seorang Kepala Dinas atau pejabat publik.
Korankalimantan.com – Ketua PWI Kalsel, Zainal Hilmie dalam wawancara dengan media ini, Rabu (25/5/2022) menegaskan agar Kepala Dinas PUPR Kotabaru tidak mengeneralisasi semua wartawan itu sama.
“Mohon kepada Ibu Kepala Dinas PUPR Kotabaru selaku pejabat publik jangan menyamaratakan wartawan dan menganggap sama, itu tidak boleh,” ujar Helmie dengan tegas.
Meskipun Suprapti sudah meminta maaf atas kalimat yang dilontarkan, akan tetapi lanjut Helmie, kejadian ini benar-benar harus menjadi pembelajaran, dan jangan sampai kasus ini terulang lagi.
Menurutnya, seorang narasumber, apalagi seorang Kepala Dinas, tidak boleh menutup-nutupi sebuah informasi publik, malah harus dijawab dan dijelaskan sesuai pertanyaan yang diajukan insan pers.
Seandainya Suparapti sudah memberikan jawaban, walaupun dengan kalimat semisal seperti ini, “mohon maaf saya tidak bisa memberikan jawaban sebab data masih kita godok, itu tidak masalah,” kata Helmie mencontohkan.
“Yang jadi masalah kawan-kawan di lapangan ini adalah, ada ucapan menyebut kata distorsi di hadapan petinggi DPRD Kotabaru saat itu,” terangnya.
Maksud Helmie, tidak sepantasnya sebutan kata yang menyinggung profesi Jurnalis diucapkan seorang Kepala Dinas seperti Kadis PUPR Kotabaru tersebut.
Barangkali ia menduga, selama ini ada oknum wartawan yang melakukan kegiatan, tetapi tidak sesuai dengan profesi kewartawanan.
“Namun tidak boleh menyamaratakan wartawan, kam jurnalis itu profesi terhormat,” ucapnya.
Dijelaskan, tugas seorang Jurnalis itu mencari berita, mengolah dan menyiarkannya. Apalagi berita itu bukan rahasia negara, tetapi informasi untuk publik mengenai perkembangan pembangunan infrastruktur jalan.
“Kita ini berprofesi sebagai wartawan dilindungi oleh Undang-undang Pers nomor 40 tahun 1999, pernyataan ibu tersebut seolah-olah melecehkan profesi kita sebagai wartawan,” jelas Helmie.
Kalau misalnya sambung Helmie, merasa keberatan dengan sebuah pemberitaan, bisa disampaikan langsung kepada wartawan yang melakukan peliputan.
“Atau sampaikan di keredaksiannya, minta dikoreksi itu salah, klarifikasi dan lain sebagainya kan bisa,” katanya sembari mengakhiri wawancara.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kotabaru, Suprapti Tri Astuti sudah melecehkan profesi wartawan.
Dalam sebuah forum resmi, pejabat publik ini secara terang-terangkan menolak setiap upaya konfirmasi berita yang dilakukan para wartawan di Kotabaru. Alasanya, tidak ingin adanya distorsi (pemutarbalikkan fakta).
Suprapti Tri Astuti disampaikan pada saat hearing di DPRD Kotabaru terkait Proyek Ruas Jalan Lontar-Tanjung Seloka, Senin (23/5/2022) kemarin.
Dalam pernyataannya itu, Suprapti menyebutkan kata distorsi. Ungkapan yang cukup menyinggung para jurnalis yang bertugas di Kotabaru.
Distorsi ia sebutkan ketika pembahasan RDP terkait mundurnya kontraktor pemenang lelang pekerjaan konstruksi peningkatan ruas jalan Lontar-Tanjung Seloka senilai Rp13,3 miliar yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK).
Bahkan, kata distorsi itu sangat menyinggung perasaan insan pers itu juga didengar unsur pimpinan DPRD Kotabaru yang memimpin rapat saat itu.(yon/may)