Dalam rangka gerakan antisipasi darurat pangan nasional dan meningkatkan swasembada pangan, Balai Besar Penyuluh Pertanian (BBPP) Binuang melaksanakan Training of Trainer (ToT) secara offline dan online di seluruh Indonesia, Kamis (2/5/2024).
Korankalimantan.com – Pelaksanaan kegiatan Training of Trainer (ToT) gerakan antisipasi darurat pangan nasional, yang semula dijadwalkan dibuka oleh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, namun berhubung Menteri pertanian di minta oleh Presiden Jokowi mendampingi bertolak ke Nusa Tenggara Barat, maka pelaksanaan kegiatan pembukaan TOT di BBPP Binuang secara offline dan online seluruh indonesia dibuka oleh Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Prof Ir Dedi Nursyamsi, MAgr, didampingi Staf Ahli Kementerian Bidang Akselerasi Standarisasi dan Program Strategis Dr Ir Abdul Haris Bahrun MSi, serta Kepala Balai Besar Penyuluh Pertanian Binuang Dr Wahida Annisa Yusuf SP MSc.
Prof Dedi Nursyamsi membuka langsung secara resmi, baik secara offline maupun online kegiatan Training of Trainer dan memberikan materi serta penyampaian arahan dari Menteri Pertanian, sekaligus diskusi tanya jawab kepada para peserta, baik yang offline maupun peserta yang online melalui virtual di seluruh wilayah Indonesia,
Usai membuka kegiatan dan memberikan arahan kepada para peserta Training of Trainer, Dedi Nursyamsi menjelaskan beberapa hal terkait pangan.
“Kita harus tingkatkan capai swasembada nasional kita, hari ini kita melaksanakan Training of Trainer bagi para Penyuluh, para Babinsa, Dosen, Guru dan para Widyaiswara, mereka semua adalah aktor utama di dalam program gerakan antisipasi darurat pangan nasional,” katanya.
“Saya sangat berharap program ini bisa disampaikan dan dilaksanakan dengan baik oleh para penyuluh dan babinsa kepada para petani, karena sesungguhnya pelaku utama pembangunan pertanian kita itu adalah petani,” tambahnya.
Namun, menurutnya tentunya hal tersebut harus didukung oleh semua PPL dan Babinsa, termasuk semua Dinas Pertanian baik di Kabupaten/Kota maupun Provinsi.
“Program itu yaitu yang pertama optimasi lahan rawa ada 11 provinsi di Republik ini totalnya kurang lebih 500.000 Hektar. Lahan rawa ditingkatkan indeks penanamannya, yang asalnya tanam 1 kali menjadi 2 kali, yang kedua pompanisasi di lahan sawah terhujan juga ditingkatkan indeksnya, yang asalnya tanam 1 kali menjadi 2 kali,” ungkapnya.
“Ada 1 juta hektar potensi di seluruh indonesia, di pulau Jawa ada kurang lebih 500.000 hektar, di luar pulau Jawa termasuk Kalimantan Selatan ada 500.000 hektar, yang ketiga adalah tumpang sisit padi gogo di lahan perkebunan, jadi lahan sawit kita 16,5 juta hektar, kalau sawit belum menghasilkan itu belum 5 tahun atau 3 tahun, di sela-selanya bisa ditanami padi gogo,” tambahnya.
Selain itu dirinya juga membeberkan beberapa potensi penambahan areal tanam.
“Itu juga ada potensi 500.000 hektar, jadi totalnya ada potensi penambahan areal tanam 2 juta hektar di tahun 2024 ini, itu semua ditujukan untuk meningkatkan perluasan areal tanam, artinya areal panen meningkat, produksi gabah dan padi meningkat, yang akan menutupi kebutuhan pangan kita, dalam 3 tahun kita harus swasembada dan dalam 5 tahun kita harus ekspor,” katanya.
Terkait dengan pupuk Prof Dedi menyampaikan kesulitan petani yang ingin meminta penambahan alokasi pupuk.
“Kesulitan petani bahkan teriakan-teriakan petani sudah sampai ke Presiden. Menteri Pertanian sudah mengusulkan tambahan alokasi pupuk dan sudah disetujui Presiden dan Menteri Keuangan, sekarang Indonesia sedang produksi pupuk tambahan, asalnya tahun 2024 ini 4,7 juta ton pupuk bertambah menjadi 9,55 juta ton urea dan NPK sampai akhir Desember nanti,” katanya.
Disaat yang sama para petani para Penyuluh dan para Babinsa harus paham bagaimana meningkatkan efesiensi pupuk dengan cara organik dulu. Hayati dulu baru tambahannya kimia, urea dan NPK.
Dengan tambahan 9,55 juta ton pupuk, petani sekarang harus menggunakan secara imbang, dalam penggunaan pupuk kimia gunakan secukupnya dan seperlunya, utamakan pupuk organik
Sebelum bertolak Prof Dedi Nursyamsi melihat stan sayuran, buah-buahan, dan hasil olahan dari para kelompok tani, sembari melakukan tanya jawab kepada para petani, yang mayoritas petani milenial.
(kan/rth)