Janji Tuntaskan Kasus Asusila, Oknum Pegawai Kontrak di Tabalong Diduga Minta Uang Puluhan Juta

Anggota LBH Peduli Hukum dan Keadilan, Norliani saat menunjukkan bukti tranfer uang oleh pihak keluarga anak kepada oknum pegawai kontrak UPTD PPA Tabalong. (foto: arif/koranbanjar.net)
Anggota LBH Peduli Hukum dan Keadilan, Norliani saat menunjukkan bukti tranfer uang oleh pihak keluarga anak kepada oknum pegawai kontrak UPTD PPA Tabalong. (foto: arif/koranbanjar.net)

Oknum pegawai kontrak UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Tabalong diduga minta uang puluhan juta rupiah kepada pihak yang anaknya tersandung kasus hukum di Kecamatan Jaro, Kabupaten Tabalong. Modusnya, oknum pegawai itu berjanji akan menuntaskan kasus hukum yang dihadapi.

Korankalimantan.com – Kakak dari anak yang tersandung kasus hukum itu berinisial IJ (37) membeberkan, oknum pegawai kontrak itu menjanjikan akan menyelesaikan proses hukum adiknya jika memberikan uang tunai puluhan juta rupiah.

Oleh pihak keluarga, permintaan itu dituruti dan mereka menyerahkan uang Rp2.500.000 sebagai pembayaran di awal.

“Namun setelah diserahkan, sampai sekarang belum ada kejelasan dari oknum tersebut,” ujarnya, Kamis (02/02/2023) tadi.

IJ menceritakan, pihaknya dimintai sejumlah uang oleh oknum pegawai kontrak tersebut bermula saat adiknya harus berhadapan dengan hukum karena kasus asusila.

Saat itu oknum pegawai kontrak bersama dua rekannya melakukan pendampingan terhadap adiknya.

“Katanya, pendampingan anak ini tidak bayar atau gratis, bahkan aparat desa di sana mendengar,” ungkap IJ.

Namun beberapa hari kemudian, oknum tersebut meminta pihak keluarganya untuk bertemu di kantor UPTD PPA Tabalong.

“Oknum tersebut membicarakan terkait pengurusan perkara tadi, selanjutnya saat jam makan siang menyambung pembicaraan itu di luar dan kalau diurus perkara ini butuh dana Rp50 juta,” jelas IJ.

Lantaran tidak mengerti soal hukum, pihak keluarga pun mengaku bersedia dengan tawaran oknum tersebut.

Namun pihak keluarga sempat bingung, sebab jangankan menyediakan uang puluhan juta rupiah, untuk biaya kebutuhan sehari-hari saja kesulitan.

“Kata oknum tersebut masalah uang gampang nanti bagaimana mencarinya namun sementara ini kalau ada Rp 2,5 juta saja untuk salam tempel kepada aparat penegak hukum,” ungkap IJ memperagakan permintaan oknum pegawai kontrak tersebut.

Pihak keluarga lalu berunding untuk mendapatkan uang tersebut dan memutuskan meminjam perhiasan emas milik kerabat dan menjual senilai Rp15.000.000 dan mentransfer senilai Rp2.500.000, sebab oknum pegawai kontrak itu selalu menagih.

“Setelah beberapa minggu dari pertemuan itu baru kami transfer uang Rp2,5 juta kepada oknum tersebut. Ditransfer tanggal 23 Januari 2023, uang itu ditransfer ke rekening pribadi oknum,” terang IJ.

Sementara itu, untuk uang masih tersisa senilai Rp12.500.000 di minta untuk disimpan terlebih dulu jika sewaktu-waktu diperlukan nanti akan diambil untuk memuluskan perkara adiknya.

IJ baru menyadari adanya kejanggalan saat oknum pegawai kontrak tersebut meminta dirinya untuk mencari tahu siapa nama jaksa yang menerima pelimpahan berkas perkara adiknya.

Padahal di awal pembicaraan oknum pegawai kontrak tersebut menjanjikan akan mengurus segala sesuatunya melalui kenalannya aparat penegak hukum kenalannya di Banjarmasin dengan menghubungi pihak pengak hukum di Tabalong.

“Kami bingung, padahal katanya mau menguruskan perkara tetapi kenapa yang bersangkutan tidak tahu siapa jaksanya kami pikir tidak beres orang ini,” ungkapnya.

Saat tahu adanya kejanggalan itu, IJ bersama pihak keluarganya memutuskan untuk tidak lagi menggubris oknum pegawai kontrak tersebut.

Meski baru-baru ini oknum tersebut ada menghubunginya untuk menyarankan agar urusan tersebut secepatnya diselesaikan pihaknya telah memutuskan untuk tetap mengabaikannya.

IJ bersama pihak keluarganya yang merasa telah ditipu hanya berharap oknum tersebut meminta maaf dan mengembalikan uang yang telah mereka bayarkan.

“Kami harap jangan ada lagi korban selanjutnya,” tandasnya.

Terpisah, saat dikonfirmasi, Senin (06/03/2023) Kepala DP3AP2K Tabalong Rusmadi menyampaikan, untuk layanan di UPTD PPA itu gratis dan sesuai dengan alur semestinya.

“Itu sudah dijelaskan kepala UPTD PPA, namun kemudian ibu (orang tua anak) ini melanjutkan ke yang bersangkutan sebagai pengacara bukan petugas UPTD PPA,” ujarnya.

Rusmadi menjelaskan dalam pertemuan itu terjadi kesepakatan antara pihak keluarga dan oknum tanpa sepengetahuan pihaknya dan tidak mengatasnamakan instansi yang ia pimpin melainkan atas nama profesi oknum sebagai pengacara.

“Itu tidak melibatkan UPTD PPA baru saja pengacara klarifikasi ke kami, kesepakatan itu dari penjelasan rekan pengacaranya itu untuk transport pengacara mereka, ada surat kuasanya katanya,” jelasnya.

Namun Rusmadi tak menampik, jika oknum tersebut memang benar bekerja di UPTD PPA Tabalong sebagai pegawai kontrak.

“Jadi garisnya sudah jelas, itu d iluar dari UPTD PPA tapi atas nama pengacara. Kebetulan yang bersangkutan bekerja di UPTD PPA sebagai tenaga kontrak,” tuturnya.

Sementara, Ketua Lembaga Bantuan Hukum Peduli Hukum dan Keadilan, Muhammad Irana Yudiartika yang menjadi pengacara yang ditunjuk penyidik dalam kasus ini menyayangkan hal tersebut terjadi.(anb/may)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *